Anggota DPR RI Fraksi PAN Guspardi Gaus mengatakan lahirnya Perppu Cipta Kerja yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 30 Desember 2022 dikarenakan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyimpulkan bahwa UU Cipta Kerja inkonstisional bersyarat. Pemerintah diminta untuk memperbaikinya paling lama 2 tahun setelah putusan MK dikeluarkan.
“Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, dapat ditempuh melalui pembahasan di DPR. Dimana Suatu rancangan undang-undang dapat diusulkan oleh DPR maupun Presiden. Selain itu, DPD juga dapat mengusulkan rancangan undang-undang tertentu kepada DPR,” ujar Guspardi dalam Dialog Metro Pagi Primetime, Senin (9/1/2023).
Sementara itu Perppu adalah peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan Presiden karena keadaan kegentingan yang memaksa. Berdasarkan UUD 1945 pasal 22 ayat (1, 2, dan 3) yaitu Presiden berhak mengeluarkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa. Namun begitu, Perppu harus mendapat persetujuan DPR dalam masa persidangan berikutnya. Apabila tidak mendapat persetujuan DPR, maka Perppu harus dicabut.
“Jadi Perppu ini akan memenuni unsur objektivitas ketika sudah disahkan menjadi UU oleh DPR,” ucapnya.
Terkait alasan Pemerintah adanya kegentingan yang memaksa guna mengatasi berbagai persoalan strategis terkait dengan ekonomi menghadapi perubahan ekonomi global, peningkatan inflasi, geopolitik dan lain sebagainya. Sehingga Pemerintah mengeluarkan Perppu. Tentu masyarakat akan menilai apakah kegentingan memaksa sebagaimana yang diungkapkan Pemerintah sudah memenuhi syarat di keluarkannya Perppu.
Guspardi memahami terjadi gonjang ganjing yang mengatakan, kenapa DPR tidak berinisiatif memperbaikinya.
“Yang perlu dipahami adalah bahwa diktum putusan MK tersebut menegaskan bahwa pemerintah diminta untuk memperbaikinya paling lama 2 tahun setelah putusan MK di keluarkan, Jadi artinya perbaikan terhadap undang-undang cipta kerja itu ditujukan kepada pemerintah untuk melakukan perbaikan tersebut,” jelasnya.
Ia mengatakan, UU Cipta Kerja ini awalnya merupakan hak inisiatif dari Pemerintah, maka DPR sifatnya menunggu. DPR akan melakukan pembahasan sesuai dengan mekanisme pembentukan sebuah UU.
Setelah memasuki masa pesidangan tanggal 10 Januari 2023, DPR siap untuk membahas Perppu Cipta Kerja. DPR menunggu Surat Presiden (surpres) kepada pimpinan DPR terkait Perppu Cipta Kerja ini. Kemudian pimpinan DPR akan menyerahkan kepada Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk kemudian menentukan alat kelengkapan dewan mana yang akan membahas dan kapan pembahasan Perppu Cipta Kerja mulai dibahas di DPR.
“Jadi prinsipnya DPR itu sifatnya menunggu. UUD 45 memberikan kewenangan kepada DPR untuk lebih dulu membahasnya dan kemudian memutuskan apakah akan menerima atau menolak Perppu tersebut untuk disahkan menjadi UU,” pungkasnya.